Kisah Penggila Buku di Novel "Rumah Kertas" karya Carlos Maria Dominguez
![]() |
Rumah Kertas karya Carlos Maria Dominguez |
Halo, para pembaca...
Kali ini, aku ingin kembali mengulas buku setelah hampir dua minggu lebih tidak mengunggah tulisan di blog. (Meski sudah membuat tiga draft tulisan di blog sekali pun).
Maaf sekali. Semoga kedepannya bisa lebih konsisten lagi.
Buku yang aku ulas kali ini berjudul Rumah Kertas. Sebuah novel yang sejak tahun 2016 ingin sekali aku baca, tapi baru dua hari yang lalu selesai kubaca. Setelah mendapat kiriman dari Dema Buku (toko buku online). Malam itu juga aku langsung membacanya. Saking nggak sabar dan penasarannya. Dan, aku cukup puas setelah membacanya.
Yuk, langsung saja simak ulasanku berikut ini.
Judul : Rumah Kertas
Penulis : Carlos Maria Dominguez
Penerjemah : Ronny Agustinus
Penerbit : Marjin Kiri
Cetakan : I, September 2016
Tebal : 76 hlm, 12x 19cm
ISBN : 978-979-1260-62-6
Harga : Rp. 33.000 (Beli di @demabuku )
Kegilaan di Rumah Keras
Rumah Kertas merupakan novel karya Carlos Maria Dominguez, penulis Argentina, yang pertama kali kubaca. Usai membaca novel setebal 76 halaman ini, aku langsung teringat pada kisah Bibbi Bokken di novel The Magic Library (Perpustakaan Ajiab Bibbi Bokken) karya Jostein Gaarder dan Klaus Hagerup. Novel yang bercerita tentang petualangan Berit dan Nils menemukan perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken. Buku ini merupakan buku pertama yang kubaca, yang bercerita tentang sejarah buku, perpustakaan, penerbitan dan hal-hal yang berkaitan dengan dunia perbukuan.
Menurutku,
novel Rumah Kertas ini memiliki kesamaan seperti novel The Magic
Library (Perpustakaan Ajiab Bibbi Bokken) yang memiliki
tokoh-tokoh yang menyukai buku-buku. Bukan sekadar menyukai buku saja. Tapi,
lebih dari suka. Mungkin, bisa dikatakan gila karena sampai membuatku merinding
saat membaca kisahnya. Baik novel The Magic Library maupun
Rumah Kertas.
Aku takjub.
Ternyata ada tokoh-tokoh yang begitu menggilai buku-buku. Terutama kegilaan di
novel Rumah Kertas, ketika tokoh Carlos Brauer dan Delgado yang
merupakan bibliofil atau pecinta buku ini memenuhi rumahnya dengan buku-buku.
Brauer memiliki dua puluh ribu buku yang tersimpan dalam rak-rak buku besar
dari lantai sampai plafon rumahnya.
Tidak hanya di rak buku, buku-buku itu juga mengisi setiap sudut rumah
mulai dari dapur, kamar tidur, anak tangga menuju loteng, hingga kamar
mandinya. Bisa bayangkan seberapa gilanya ia terhadap buku-buku, sampai di
kamar mandi saja terdapat buku-buku. Tempat yang menurutku paling berisiko
merusak buku jika terkena air. Hal yang paling mengerikan yang tidak diinginkan
bagi para bibliofil. Tapi, justru ia melakukannya dan rela mandi air dingin,
sekali pun itu di musim dingin hanya agar bukunya tidak basah (lebih baik nggak
usah menyimpan buku di kamar mandi kalau memang nggak mau basah, tapi namanya juga
cerita).
"Kamar
mandinya berisi buku di tiap dindingnya, kecuali di dinding tempat pancuran
air, dan buku-bukunya tak sampai rusak hanya karena ia berhenti mandi air
hangat buat mencegah uap. Mau musim panas atau musim dingin, ia selalu mandi
air dingin."
Bukahkah ini
gila?
Tapi, ada hal yang lebih gila daripada itu, yaitu ketika Brauer sukarela
memberikan mobilnya hanya demi bisa menampung buku-bukunya di garasi mobil.
Mungkin, sampai tidak ada tempat lagi untuk menampung buku-buku itu, sampai ia
harus merelakan mobilnya demi bisa menampung buku-bukunya.
Cerita Rumah Kertas
Rumah kertas ini bercerita tentang perjalanan sosok "Aku" yang
mendapati sebuah buku aneh yang dikirim ke alamat rekannya, Bluma, seorang
profesor sastra di Universitas Cambridge, Inggris, yang tewas ditabrak mobil
saat sedang membaca buku. Sejak kematian Bluma, sosok "Aku" ini menggantikan Bluma di jurusan Sastra Amerika Latin, memakai kantornya, dan mengajarkan mata kuliahnya, sekali pun ia tidak terkesan oleh adu pendapat soal kematian Bluma. Pendapat ini bertentangan, ada yang berpendapat bahwa "Bluma membaktikan hidupnya pada sastra, tanpa pernah membayangkan bahwa sastralah yang akan merenggutnya dari dunia ini."
Ada pula yang berpendapat bahwa, "Bluma mati gara-gara mobil, bukan gara-gara puisi."
Tapi, dibalik perdebatan itu, adahal lain yang lebih menarik perhatian yaitu, soal buku karya Joseph Conrad yang dikirim untuk Bluma sebelum sempat dibacanya. Buku itu dipenuhi serpihan-serpihan semen kering dan dikirim dengan cap pos Uruguay. Lalu, sosok "Aku" ini pun mulai penasaran dan menyelidiki asal usul buku itu. Penyelidikan ini membawanya memasuki dunia para pecinta buku, dengan berbagai ragam dan keunikan dan kegilaannya.
Ada pula yang berpendapat bahwa, "Bluma mati gara-gara mobil, bukan gara-gara puisi."
Tapi, dibalik perdebatan itu, adahal lain yang lebih menarik perhatian yaitu, soal buku karya Joseph Conrad yang dikirim untuk Bluma sebelum sempat dibacanya. Buku itu dipenuhi serpihan-serpihan semen kering dan dikirim dengan cap pos Uruguay. Lalu, sosok "Aku" ini pun mulai penasaran dan menyelidiki asal usul buku itu. Penyelidikan ini membawanya memasuki dunia para pecinta buku, dengan berbagai ragam dan keunikan dan kegilaannya.
Aku tidak
bisa banyak bercerita soal kisah ini, aku tidak mau spoiler. Lebih
baik kalian membacanya sendiri dan rasakan kegilaan membaca Rumah Kertas ini.
Dan, aku merasa novel ini juga sangat cocok
dibaca bagi para pecinta buku atau yang memiliki kegemaran membaca dan
mengoleksi buku.
Aku cukup puas dan senang membaca novel ini. Selain karena kisahnya yang
unik dan terjemahan Ronny Agustinus yang mengalir. Melalui novel ini, aku dapat
merasakan atmosfer yang mungkin bisa dirasakan para bibliofil. Karena novel
ini, mengisahkan bagaimana para biliofil seperti Brauer dan Delgado
memperlakukan buku-buku melebihi apa pun. Mereka rela mengorbankan hal-hal yang
berharga demi buku-bukunya. Selain itu, kita bisa menemukan kisah
tentang kebiasaan-kebiasaan para bibliofil yang biasa dan tak bisa soal
buku-buku. Kisah yang benar-benar unik dan menarik. Ya, meski sayang kisah
yang memikat ini terlalu singkat untuk dinikmati.
Dan dari
cerita ini juga aku merasa belum ada apa-apanya, belum segila Brauer dan Delgado. Ya, meski pun aku tidak mau juga
berlebihan seperti mereka (Brauer dan Delgado). Cukup menjadi pecinta buku,
yang senang membaca berbagai macam buku dan mengoleksi buku-buku yang memang
layak dikoleksi sekadarnya saja.
Di cerita
Rumah Kertas, terdapat pembagian golongan untuk pecinta buku, diantaranya :
"Orang-orang ini (bibliofil) ada dua
golongan....pertama, kolektor, yang bertekad mengumpulkan edisi-edisi
langka.....edisi pertama buku-buku Borges sekalitus artikel-artikel di
majalah-majalah; buku-buku yang dicetak oleh Colombo, disunting oleh Bonet,
sekalipun mereka tak pernah membuka-bukanya selain untuk melihat-lihat
halamannya, seperti orang-orang mengagumi sebuah objek indah.
Lainnya, ada para kutu buku, pelahap bacaan yang
rakus, seperti Brauer itu, yang sepanjang umurnya membangun koleksi
perpustakaan yang penting. Pecinta buku tulen, yang sanggup mengeluarkan uang
yang tidak sedikit untuk buku yang akan menyita waktu mereka berjam-jam, tanpa
kebutuhan lain kecuali untuk mempelajari dan memahaminya."
Diantara dua golongan tersebut, kira-kira kalian masuk
ke golongan yang mana?
Ya, itu ulasan singkatku mengenai novel Rumah Kertas. Aku
tidak bisa mengulas panjang lebar berhubung novel ini cuma 76
halaman saja. Semoga
kalian suka dan tertarik membacanya. Selama pagi dan jangan lupa membaca,
ya!
1 komentar:
Artikel yang baguusss😍
REPLY